Pesimisme bukan kata yang
tepat untuk Indonesia saat ini, dan tentu ada alasan untuk itu. Pertumbuhan
ekonomi dalam triwulan pertama 2010 mencapai 5,7 persen, setelah sepanjang
tahun 2009 mencapai 4,5 persen. Inflasi relatif terkendali, arus modal masuk
mulai mengalir dengan cepat. Banyak tanda optimisme terhadap ekonomi Indonesia.
Para pengusaha luar negeri yang saya temui di
dalam berbagai kesempatan juga memiliki rasa optimisme yang sama. Ke depan kita
memiliki potensi yang luar biasa. Bonus demografi yang dimiliki Indonesia pada
tahun 2025 akan membuat negara ini menjadi salah satu negara dengan rasio
ketergantungan yang relatif rendah di Asia. Implikasinya, produktivitas akan
meningkat dan pertumbuhan ekonomi akan bisa dipacu lebih cepat.
Selain itu, Indonesia memiliki energi dan
komoditas perkebunan dan pertanian. Itu berarti kita memiliki potensi untuk
terus berkembang sebagai pemain ekonomi yang penting di masa depan. Dan ini
bukan sekadar gede rasa kita saja, karena beberapa lembaga investasi asing pun
mulai bicara mengenai Indonesia bagian dari BRIIC (Brasil, Rusia, India,
Indonesia, China) dengan dua ”I”. Bahkan beberapa laporan ekonomi mengenai
Indonesia sudah mulai bicara mengenai Chindonesia yang merupakan kependekan
dari China dan Indonesia sebagai negara tujuan investasi. Risiko relatif yang
lebih kecil dibandingkan beberapa negara tetangga seperti Thailand—yang masih
berkutat dengan politik dalam negerinya— membuat Indonesia menarik untuk tujuan
investasi.
Kecemasan
Di tengah gambaran positif ini, tiba-tiba
kita dikejutkan oleh pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang
diminta menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia. Tentu ini sebuah kehormatan bagi
Indonesia. Akan tetapi, di sisi lain, kepergian Sri Mulyani meninggalkan banyak
pertanyaan dan kecemasan, apakah ekonomi Indonesia akan terpukul karena ini?
Potensi yang kita punya dan perbaikan ekonomi
yang telah kita capai sebenarnya cukup memberikan pesan bahwa pengunduran diri
Menteri Keuangan Sri Mulyani tak akan membuat Indonesia menjadi terpuruk atau
kiamat. Sri Mulyani telah melaksanakan tugasnya dengan sangat baik. Legacy
(warisan) Menteri Keuangan kelas dunia seperti Sri Mulyani, yang telah berhasil
menjaga stabilitas ekonomi makro kita, menjaga stabilitas fiskal Indonesia dan
mampu meminimalkan dampak krisis global terhadap ekonomi Indonesia, harus
dilanjutkan. Selain itu, reformasi birokrasi yang dilakukan, integritas yang
tinggi, dan sikap pemerintah yang menjamin equal treatment terhadap pelaku
ekonomi akan menjadi modal kita ke depan.
Namun, untuk mencapai mimpi-mimpi itu, ada
banyak hal yang harus kita lakukan. Ke depan kita tidak bisa sepenuhnya
mengandalkan diri kepada pemerintah karena kapasitas dan keuangan pemerintah
juga terbatas. Di sini peran dari pengusaha, baik di tingkat nasional dan
utamanya di tingkat lokal menjadi amat berperan. Desentralisasi ekonomi telah
membuat peran pengusaha di daerah menjadi amat penting.
Sayangnya, dunia usaha masih menghadapi
problem iklim usaha yang mengganggu, kapasitas infrastruktur yang buruk, yang membuat
Indonesia sulit bersaing dalam konteks ekonomi global. Perlindungan sosial bagi
14 persen penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan perlu mendapat
perhatian. Selain itu juga dibutuhkan keberpihakan untuk mendorong pengusaha
nasional bisa berkiprah. Namun, di sisi lain, pengusaha juga tak bisa
terus-menerus mengeluh dan menjadi professional complainer atau pengeluh
profesional.
Pengusaha justru punya peran dan tanggung
jawab yang besar untuk memperbaiki situasi ekonomi Indonesia. Ada sesuatu yang
lebih jauh daripada sekadar mencari untung: menjaga etika di dalam berusaha.
Menjamin adanya equal treatment, dengan menghindarkan diri dari konflik
kepentingan. Di sinilah warisan Sri Mulyani yang menjaga semua hal itu harus
dilanjutkan.
Pengusaha harus menjadi mitra independen
pemerintah. Itu sebabnya, kunci bagi upaya mencapai angan-angan Indonesia
sebagai kekuatan ekonomi di masa depan adalah kepastian usaha, dukungan
infrastruktur, perlindungan sosial, dan keberpihakan serta etika dalam
berusaha.
Dengan ini pengusaha Indonesia tak akan
canggung mengha- dapi globalisasi bahkan melakukan ekspansi usahanya. Dengan
itu kita tak lagi hanya berkutat bagaimana menjadi tuan rumah di negeri
sendiri, tetapi juga menjadi pelaku ekonomi yang disegani dalam pentas global.
SUMBER : http://ekmakro.blogspot.com/2010/05/ekonomi-indonesia-pasca-sri-mulyani.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar