Kamis, 24 Mei 2012

Hak Asasi Manusia Berdasarkan Deklarasi Internasional Dan Menurut UUD 1945 Serta Bagaimana Pelaksanaanya

Pengertian Hak Asasi Manusia 


Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).



Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).

Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan HAM meliputi :


  1. Kejahatan genosida;
  2. Kejahatan terhadap kemanusiaan


Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :

  1. Membunuh anggota kelompok;
  2. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
  3. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
  4. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
  5. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.


Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :

  1. pembunuhan;
  2. pemusnahan;
  3. perbudakan;
  4. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
  5. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
  6. penyiksaan;
  7. perkosaan, perbudakan seksual, palcuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
  8. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
  9. penghilangan orang secara paksa; atau
  10. kejahatan apartheid. 

Deklarasi Internasional Hak Asasi Manusia

SEBUAH MOMENT SEJARAH KRITIS
Ketika Perang Dunia ke-2 selesai, iklim dunia telah siap untuk melakukan lompatan besar ke depan dalam pengakuan dan pelaksanaan hak asasi manusia. Ketika perwakilan dari empat Negara besar bertemu di Dumbarton Oaks di tahun 1944, sebuah rumah megah di Georgetown, Washington DC, dua dunia yang berperang telah berjuang dalam waktu kurang dari 30 tahun, dan kekejaman hamper di luar dugaan telah ditimbulkan pada anggota dari ras Yahudi di Eropa dan pada tawanan perang dalam tahanan di Asia dan Eropa. Sebuah bom atom yang akan diluncurkan yang dapat menunjukkan betapa hebatnya kekuatan penghancur massal manusia yang dapat dilepaskan pada sasaran bangsa-bangsa maupun individu itu sendiri, sering dilakukan hanya karena mereka merupakan anggota dari rasa tau agama tertentu.
Para pemimpin merasa harus ada cara yang lebih baik bagi bangsa-bangsa dan rakyat dunia untuk hidup bersama dan menyelesaikan masalah-masalah mereka dan membuat rencana untuk menetapkan apa saja pada PBB.
Sekitar tahun 1945, para pemimpin Negara di dunia bertemu di San Fransisco untuk membentuk PBB. Terinspirasi oleh Kehebatan Afrika Selatan pra-apartheid pemimpin lapangan, Marshal Smuts, mereka termasuk dalam Pembuakaan Piagam PBB, referensi penting untuk hak asasi manusia. (Mukadimah adalah sessi pembukaan terpenting pada suatu dokumen sah, dan menjelaskan pada poin latar belakang dari pada menjadi bagian dari ketentuan yang berlaku).  Bagian yang relevan dari pembukaan mengatakan :
“kami, orang-orang Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menentukan –
… untuk menegaskan kembali keyakinan akan hak manusia yang mendasar, dalam martabat dan nilai pribadi manusia, dalam persamaan hak laki-laki dan perempuan dan bangsa-bangsa besar dan kecil”.
Hal ini mengacu pada hak asasi manusia, diikuti oleh enam referensi seluruh ketentuan-ketentuan Piagam PBB yang berlaku untuk hak asasi manusia dan kebebasan yang mendasar. Selain itu, sebagian besar sebagai hasil dari tekanan dibawa untuk menanggung pada para pemimpin politik oleh Amerika Serikat sekitar 42 organisasi non-pemerintah, pasal 68 dimasukkan. Diperlukan Dewan Ekonomi dan Sosial untuk mendirikan Komisi dalam hak asasi manusia dan bidang ekonomi dan sosial. Hasilnya adalah pembentukkan Komisi Hak Asasi Manusia. Dengan demikian Komisi merupakan salah satu dari bagian yang sangat sedikit untuk menarik setiap kewenangan tersebut secara langsung dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
MENGHASILKAN KERANGKA KERJA UNTUK RUU INTERNASIONAL ATAS HAK
APRIL 1946, Ibu Eleanor Roosevent, janda dari Presiden Franklin Roosevelt dari Amerika Serikat diangkat menjadi grup sementara anggota 9. Di bulan Juni badan sementara telah menyarankan bahwa Komisi baru harus membuat tugas pertama pembangunan secepat mungkin pada RUU Internasional atas hak asasi manusia.
Kemudian di tahun tersebut, Komisi baru Hak Asasi Manusia terdiri dari 18 anggota, dipimpin lagi oleh Ibu Eleanor Roosevelt, diangkat, dan termasuk P. C. Chang dari Cina, Rene Cassin dari Perancis, dan Dr Charles Malik dari Libanon. Komisi bertemu untuk pertama kalinya pada januari 1947 dan mempertimbangkan beberapa isu kritis. Keputusan-keputusannya memiliki sangat mempengaruhi perkembangan hak asasi manusia pada waktu itu, termasuk aksi pada tingkat nasional. Komisi tersebut menyimpulkan bahwa harus bekerja untuk mengembangkan terlebih dahulu deklarasi dari pada sebuah perjanjian. ( sebuah deklarasi internasional adalah pernyataan yang penting, dan memiliki moral tinggi dan kerap kali berpolitik secara signifikan, dan lebih dari sebuah rekomendasi, tetapi kurang dari sebuah perjanjian, yang mana telah mengikat dalam hukum internasional). Mungkin yang paling penting dari semua, ia memutuskan bahwa deklarasi tersebut harus mengandung keduanya antara sipil dan politik serta hak ekonomi dan hak sosial.
Sebuah keberuntungan, bahwa Komisi membuat keputusan untuk memisahkan perjanjian formal yang mengikat secara hukum dari deklarasi awal. Meskipun deklarasi tersebut disahkan pada Desember 1948, kedua Kovenan (Kovenan Internasional pda hak sipil dan politik dan Kovenan Internasional pada Hak atas Ekonomi, Sosial dan Budaya) yang muncul untuk menentukan kewajiban bagi setiap negara yang belum siap untuk meratifikasi (resmi disetujui oleh pemerintah-pemerintah di dunia) sampai tahun 1966, sekitar 18 tahun kemudian.

Pelaksanaan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

Indonesia adalah sebuah negara demokrasi. Indonesia merupakan negara yang sangat menghargai kebebasan. Juga, Indonesia sangat menghargai hak asasi manusia(HAM). Ini bisa dilihat dengan adanya TAP No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26/2000 tentang peradilan HAM yang cukup memadai. Ini merupakan tonggak baru bagi sejarah HAM Indonesia. ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi Indonesia, karena baru Indonesia dan Afrika Selatan yang mempunyai undang undang peradilan HAM. Aplikasi dari undang undang ini adalah sudah mulai adanya penegakan HAM yang lebih baik, dengan ditandai dengan adanya komisi nasional HAM dan peradilan HAM nasional. Dengan adanya penegakan HAM yang lebih baik ini, membuat pandangan dunia terhadapIndonesia kian membaik. Tapi, meskipun penegakan HAM di Indonesia lebih baik, Indonesia tidak  boleh senang dulu, karena masih ada setumpuk PR tentang penegakan HAM di Indonesia yang belum tuntas. Diantara PR itu adalah masalah kekerasan di Aceh, di Ambon, Palu, dan Irian Jaya tragedy Priok, kekerasan pembantaian ”dukun santet” di Banyuwangi, Ciamis, dan berbagai daerah lain, tragedi Mei di Jakarta, Solo, dan berbagai kota lain, tragedi Sabtu Kelabu, 27 Juli 1996, penangkapan yang salah tangkap, serta rentetan kekerasan kerusuhan massa terekayasa di berbagai kota, yang bagaikan kisah bersambung sepanjang tahun-tahun terakhir pemerintahan kedua: tragedi Trisakti, tragedy Semanggi,kasus-kasus penghilangan warga negara secara paksa, dan sebagainya. Pemerintah di negeri ini, harus lebih serius dalam menangani kasus HAM ini jika ingin lebih dihargai dunia. Karena itu, pemerintah harus membuat aturan aturan yang lebih baik. Juga kejelasan pelaksanaan aturan itu. Komnas HAM sebagai harus melakukan gebrakan diantaranya :




  • Komnas HAM mendesak pemerintah dan DPR agar segera meratifikasi berbagai instrumen internasional hak asasi manusia, dengan memberi prioritas pada Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional (Rome Statute International Criminal Court), Protokol Opsional KonvensiAnti Penyiksaan (Optional Protocol Convention Against Torture), Konvensi Internasionaltentang Penyandang Cacat, Konvensi Internasional tentang Pekerja HAM, Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang Dari Tindakan Penghilangan Secara Paksa. Dalam rangka untuk memberikan perlindungan yang optimal bagi para TenagaKerja Indonesia, pemerintah dan DPR agar segera meratifikasi juga Konvensi Internasional Perlindungan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya (International Convention onthe Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families). Dalam kontek ini hendaknya pemerintah segera mengeluarkan Rencana Aksi Nasional Hak AsasiManusia 2009 – 2014.

  • Perlu ditinjau kembali pendekatan hukum yang represif dalam penyelesaian konflik politik di Papua yang diterapkan saat ini. Langkah yang dilakukan sekarang lebih banyak melahirkan kekerasan dan jatuhnya korban. Komnas HAM mendesak perlunya dilakukan langkah-langkah politik daripada hukum dalam penyelesaian konflik di Papua. Langkah dialog atau perundingan sudah harus dipikirkan oleh pemerintah.

  • Penuntasan berbagai bentuk kasus pelanggaran hak asasi manusia merupakan kewajiban pemerintah, oleh karena itu, Komnas HAM mendesak agar pemerintah secara berkalameng informasikan kepada publik mengenai status perkembangan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang ditangani. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikankeyakinan kepada masyarakat tentang tidak adanya kemungkinan untuk menutupi keterlibatanaparatur pemerintah serta menjamin tidak adanya praktik-praktik impunity bagi mereka yang terlibat. Langkah ini juga menjadi penting dalam rangka terus membangun suatu kepercayaan publik terhadap kesungguhan pemerintah untuk melindungi, menegakkan, memajukan danmemenuhi hak asasi manusia.Tapi, yang jelas penegakan HAM tidak akan terlaksana tanpa adanya partisipasi dan dukungan masyarakat kepada pemerintah, dan juga keseriusan pemerintah dalam menegakan HAM, karena itu merupakan hak dasar setiap orang.

1 komentar: